There is no problem given out from your ability

Rabu, 03 April 2013

Semua Tentang BK


DESKRIPSI PERKEMBANGAN BIMBINGAN KONSELING DI INDONESIA

Sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia, Pelayanan Konseling dalam system pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962. Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir didalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.

Perkembangan bimbingan dan konseling sebelum kemerdekaan

Masa ini merupakan masa penjajahan Belanda dan Jepang, para siswa didiik untuk mengabdi emi kepentingan penjajah. Dalam situasi seperti ini, upaya bimbingan dikerahkan. Bangsa Indonesia berusaha untuk memperjuangkan kemajun bangsa Indonesia melalui pendidikan. Salah satunya adalah taman siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandang bimbingan, hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan bimbingan.


Dekade 40-an

Dalam bidang pendidikan, pada decade 40-an lebih banyak ditandai dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang serba darurat mkala pada saat itu di upayakan secara bertahap memecahkan masalah besar anatara lain melalui pemberantasan buta huruf. Sesuai dengan jiwa pancasila dan UUD 45. Hal ini pulalaah yang menjadi focus utama dalam bimbingan pada saat itu.

Dekade 50-an

Bidang pendidikan menghadapi tentangan yang amat besar yaitu memecahkan masalah kebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan benar benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa disekolah agar dapat berprestasi.

Dekade 60-an

Beberapa peristiwa penting dalam pendidikan pada dekade ini :
  1. Ketetapan MPRS tahun 1966 tentang dasar pendidikan nasional
  2. Lahirnya kurikulum SMA gaya Baru 1964
  3. Lahirnya kurikulum 1968
  4. Lahirnya jurusan bimbingan dan konseling di IKIP tahun 1963

Keadaan dia tas memberikan tantangan bagi keperluan pelayanan bimbinga dan konseling disekolah.

Dekade 70-an

Dalam dekade ini bimbingan di upayakan aktualisasi nya melalui penataan legalitas sistem, dan pelaksanaannya.
Pembangunan pendidikan terutama diarahkan kepada pemecahan masalah utama pendidikan yaitu :
  1. Pemerataan kesempatan belajar,
  2. Mutu,
  3. Relevansi, dan
  4. Efisiensi.

Pada dekade ini, bimbingan dilakukan secara konseptual, maupun secara operasional. Melalui upaya ini semua pihak telah merasakan apa, mengapa, bagaimana, dan dimana bimbingan dan konseling.


Dekade 80-an

Pada dekade ini, bimbingan ini diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang professional. Dalam dekade 80-an pembangunan telah memasuki Repelita III, IV, dan V yang ditandai dengan menuju lepas landas.

Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini:
  1. Penyempurnaan kurikulum
  2. Penyempurnaan seleksi mahasiswa baru
  3. Profesionalisasi tenaga pendidikan dalam berbagai tingkat dan jenis
  4. Penataan perguruan tinggi
  5. Pelaksnaan wajib belajar
  6. Pembukaan universitas teruka
  7. Ahirnya Undang – Undang pendidikan nasional
Beberapa kecenderungan yang dirasakan pada masa itu adalah kebutuhan akan profesionalisasi layanan, keterpaduan pengelolaan, sistem pendidikan konselor, legalitas formal, pemantapan organisasi, pengmbangan konsep – konsep bimbingan yang berorientasi Indonesia, dsb.


Meyongsong era Lepas landas

Era lepas landas mempunyai makna sebagai tahap pembangunan yang ditandai dengan kehidupan nasional atas kemampuan dan kekuatan sendiri khususnya dalam aspek ekonomi. Cirri kehidupan lepas landas ditandai dengan keberadaan dan berkembang atas dasar kekuatan dan kemampuan sendiri, maka cirri manusia lepas landas adalah manusia yang mandiri secara utuh dengan tiga kata kunci : mental, disiplin, dan integrasi nasional yang diharapkan terwujud dalam kemampuannya menghadapi tekanan – tekanan zaman baru yang berdasarkan peradaban komunikasi informasi.


Bimbingan berdasarkan pancasila

Bimbingan mempunyai peran yang amat penting dan strategis dalam perjalanan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia pancasila dengan cirri-ciri sebagaimana yang terjabar dalam P-4 sebanyak 36 butir bagi bangsa Indonesia, pancasila merupakan dasar Negara, pandangan hidup, kepribadian bangsa dan idiologi nasional. Sebagai bangsa, pancasila menuntut bangsa Indonesia mampu menunjukkan ciri-ciri kepribadiannya ditengah-tengah pergaulan dengan bangsa lain. Bimbingan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dan mempunyai tanggung jawab yang amat besar guna mewujudkan manusia pancasila karena itu seluruh kegiatan bimbingan di Indonesia tidak lepas dari pancasila.

Perjalanan bimbingan dan konseling menuju sebuah profesi yang handal hingga saat ini tampaknya masih harus dilalui secara tertatih-tatih. Dalam hal ini, Prayitno (2003) telah mengidentifikasi 15 kekeliruan pemahaman orang dalam melihat bimbingan dan konseling, baik dalam tataran konsep maupun praktiknya yang tentunya sangat mengganggu terhadap pencitraan dan laju pengembangan profesi ini. Kekeliruan pemahaman ini tidak hanya terjadi di kalangan orang-orang yang berada di luar Bimbingan dan Konseling, tetapi juga banyak ditemukan di kalangan orang-orang yang terlibat langsung dengan bimbingan dan konseling. Kelimabelas kekeliruan pemahaman itu adalah :
1. Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik dengan pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah. Sementara ada juga yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan dan pelayanan bimbingan dan konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik pendidikan sehari-hari.
Walaupun guru dalam melaksanakan pembelajaran siswa dituntut untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan interpersonal dengan para siswanya, namun kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak hal yang menyangkut kepentingan siswa yang tidak bisa dan tidak mungkin dapat dilayani sepenuhnya oleh guru di sekolah melalui pelayanan pengajaran semata, seperti dalam hal pelayanan dasar (kurikulum bimbingan dan konseling), perencanaan individual, pelayanan responsif, dan beberapa kegiatan khas Bimbingan dan Konseling lainnya.
Begitu pula, Bimbingan dan Konseling bukanlah pelayanan eksklusif yang harus terpisah dari pendidikan. Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki derajat dan tujuan yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya (baca: pelayanan pengajaran dan/atau manajemen), yaitu mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal. Perbedaan terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masing-masing memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda (1).
2. Menyamakan pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater.
Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan konseli/pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah teruji sesuai dengan masing-masing bidang pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah konseli/pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya.
Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter dan psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami masalah.Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, modifikasi perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan teknik-teknik khas bimbingan dan konseling.
3. Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang bersifat insidental.
Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya bertitik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan responsif, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu.
Pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sistematis dan terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan maupun penyembuhan (pengentasan)
4. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja.
Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and Counseling for All). Setiap siswa berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.
5. Bimbingan dan Konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang/tidak normal”.
Sasaran Bimbingan dan Konseling adalah hanya orang-orang normal yang mengalami masalah. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut dapat terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya. Jika seseorang mengalami keabnormalan yang akut tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk penyembuhannya. Masalahnya, tidak sedikit petugas bimbingan dan konseling yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati dalam mengambil kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak normal. Pelayanan bantuan pun langsung dihentikan dan dialihtangankan (referal).
6. Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama (gejala) saja.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari gejala yang ditemukan atau keluhan awal disampaikan konseli. Namun seringkali justru konselor mengejar dan mendalami gejala yang ada bukan inti masalah dari gejala yang muncul. Misalkan, menemukan siswa dengan gejala sering tidak masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan bimbingan dan konseling malah berkutat pada persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam dibalik tidak masuk kelasnya.
7. Bimbingan dan Konseling menangani masalah yang ringan.
Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas berat-ringannya yang paling penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah (referal) kepada pihak yang lebih kompeten
8. Petugas Bimbingan dan Konseling di sekolah diperankan sebagai “polisi sekolah”.
Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi sekolah” yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan di sekolah.Tidak jarang konselor diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang bagi siswa yang bersalah.
Dengan kekuatan inti bimbingan dan konseling pada pendekatan interpersonal, konselor justru harus bertindak dan berperan sebagai sahabat kepercayaan siswa, tempat mencurahkan kepentingan apa-apa yang dirasakan dan dipikirkan siswa. Konselor adalah kawan pengiring, penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku positif yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan bimbingan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan.
9. Bimbingan dan Konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.
10. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas lain
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Di sekolah misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri sendiri.Masalah itu sering kali saling terkait dengan orang tua,siswa,guru,dan piha-pihak lain; terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu penanggulangannya tidak dapat dilakukan sendiri oleh guru pembimbing saja .Dalam hal ini peranan guru mata pelajaran, orang tua, dan pihak-pihak lain sering kali sangat menentukan. Guru pembimbing harus pandai menjalin hubungan kerja sama yang saling mengerti dan saling menunjang demi terbantunya siswa yang mengalami masalah itu. Di samping itu guru pembimbing harus pula memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan masalah siswa. Guru mata pelajaran merupakan mitra bagi guru pembimbing, khususnya dalam menangani masalah-masalah belajar.
Namun demikian, konselor atau guru pembimbing tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan ahli atau petugas lain. Sebagai tenaga profesional konselor atau guru pembimbing harus mampu bekerja sendiri, tanpa tergantung pada ahli atau petugas lain. Dalam menangani masalah siswa guru pembimbing harus harus berani melaksanakan pelayanan, seperti “praktik pribadi”, artinya pelayanan itu dilaksanakan sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain atau tanpa campur tangan ahli lain. Pekerjaan yang profesional justru salah satu cirinya pekerjaan mandiri yang tidak melibatkan campur tangan orang lain atau ahli.
11. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain harus pasif
Sesuai dengan asas kegiatan, di samping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut.Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri. Di sekolah, guru pembimbing memang harus aktif, bersikap “jemput bola”, tidak hanya menunggu didatangi siswa yang meminta layanan kepadanya.Sementara itu, personil sekolah yang lain hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan itu.
Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban kegiatannya tidak semata-mata ditimpakan hanya kepada konselor saja. Jika kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor, maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat, atau bahkan tidak berjalan sama sekali.
12. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja
Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja? Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban ”benar”, jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi.
13. Menyama-ratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakekatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya. Pada dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi klien, jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling, dan sarana yang tersedia.
14. Memusatkan usaha Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi
Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan pada diri konselor adalah “mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakannya instrumen (tes.inventori,angket dan dan sebagainya itu) hanyalah sekedar pembantu. Ketidaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, atau bahkan melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan konseling.Oleh sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan ketiadaan instrumen seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apa lagi tidak melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali.Tugas bimbingan dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan
15. Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat.
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan “cepat” itu adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk ke mulut akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemuadian.. Misalkan, siswa yang mengkonsultasikan tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaat dari hasil konsultasi akan dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang dokter.
Adaptasi dan disarikan dari : Prayitno.2003. Wawasan dan Landasan BK (Buku II). Depdiknas : Jakarta



ANALISIS PERKEMBANGAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Menurut yang saya ketahui tentang perkembangan bimbingan dan konseling setelah mendapat berbagai macam refrensi, akhirnya saya menyimpulkan bahwa perkembangan bimbingan dan konseling di sekarang ini antara lain sebagai berikut :
Bimbingan dan konseling sekarang mudah ditemui di berbagai instansi-instansi, jadi bisa melayani individu yang membutuhkan.

Bimbingan dan konseling banyak yang telah mengenai sasaran untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahannya.

Bimbingan dan konseling mampu mengarahkan kepada tujuan hidup yang telah direncanakan.

Bimbingan dan konseling sudah luwes dan fleksibel.

Bimbingan dan konseling telah mencakup beberapa bidang, misalnya dalam bidang kehidupan remaja, kemandirian, kehidupan sehat.

Bimbingan dan konseling mampu mengoptimalkan perkembangan pendidikan dan mengatasi masalah dalam proses pendidikan.


Dan Lain-lain




GAMBARAN BIMBINGAN KONSELING

Walaupun bimbingan dan konseling sudah mudah untuk ditemui, namun tenaga konseling yang berlatar konseling masih sangatlah jangan. Contohnya selama ini masih banyak sekolah yang menyelenggarakan Bimbingan dan Konseling tanpa didukung oleh tenaga konseling profesional. Sehingga, tenaga konseling terpaksa banyak direkrut dari nonkonseling, yang mungkin hanya dibekali pengetahuan dan keterampilan tentang konseling yang minimal atau bahkan sama sekali tanpa dibekali pengetahuan dan keterampilan tentang konseling, yang tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja konseling itu sendiri.



IDENTIFIKASI KEKELIRUAN-KEKELIRUAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

Dari hasil identifikasi saya dengan teman saya di salah satu sekolah, yang mana tidak bisa saya sebutkan nama sekolahnya. Ternyata masih ada kekeliruan-kekeliruan yang terjadi, antara lain sebagai berikut :
·         Siswa yang terlambat masuk kelas/datang ke sekolah masih mendapati hukuman seperti lari-lari keliling lapangan, mencabuti rumput dihalaman sekolah, dll. Tanpa mengetahui alasan kenapa siswa tersebut terlambat.
·         Siswa yang bermasalah terkadang mendapati hukuman fisik secara langsung, walaupun sangat jarang terjadi.
·         Jika ada barang berharga yang hilang, yang dipanggil Guru BK adalah anak-anak yang terlihat bandel/nakal. Jadi fitnah terlebih dahulu tanpa mendasar pada bukti.
·         Guru BK dalam penyampaian nasehatnya tidak sesuai dengan etika yang berlaku. Contohnya memaksakan kehendaknya sendiri.
·         Walaupun sudah ada yang bertindak adil terhadap siswa, tetapi Guru BK terkadang hanya memberikan motivasi kepada anak-anak yang berprestasi saja.


HARAPAN TERHADAP PERKEBANGAN BK DI MASA DEPAN

Harapan saya terhadap perkembangan BK di masa depan semoga semua yang bergelut dalam bidang ini mampu mengetahui tujuan layanan bimbingan dan konseling, fungsi bimbingan dan konseling, dan mengetahui asas-asas bimbingan dan konseling. Dalam instansi-instansi tertentu semoga bimbingan dan konseling tepat mengenai sasaran, dalam artian konselor harus tahu apa tugas yang diembannya. Yang terakhir dalam pendidikan/sekolah semoga Guru BK tidak hanya dijadikan pelengkap untuk proses akreditasi sekolah. Dan Guru BK disekolah harus mendapatkan jam masuk kelas agar tahu persis perkembangan siswanya.

1 komentar: