DESKRIPSI PERKEMBANGAN BIMBINGAN
KONSELING DI INDONESIA
Sejarah bimbingan dan konseling
di Indonesia, Pelayanan Konseling dalam
system pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum
1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994
berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan
sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962.
Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum
1975. Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan
bimbingan karir didalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001.
Perkembangan bimbingan dan konseling sebelum
kemerdekaan
Masa ini merupakan masa penjajahan Belanda dan Jepang, para siswa didiik untuk mengabdi emi kepentingan penjajah. Dalam situasi seperti ini, upaya bimbingan dikerahkan. Bangsa Indonesia berusaha untuk memperjuangkan kemajun bangsa Indonesia melalui pendidikan. Salah satunya adalah taman siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandang bimbingan, hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan bimbingan.
Dekade 40-an
Dalam bidang pendidikan, pada decade 40-an lebih banyak ditandai dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang serba darurat mkala pada saat itu di upayakan secara bertahap memecahkan masalah besar anatara lain melalui pemberantasan buta huruf. Sesuai dengan jiwa pancasila dan UUD 45. Hal ini pulalaah yang menjadi focus utama dalam bimbingan pada saat itu.
Dekade 50-an
Bidang pendidikan menghadapi tentangan yang amat besar yaitu memecahkan masalah kebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan benar benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa disekolah agar dapat berprestasi.
Dekade 60-an
Beberapa peristiwa penting dalam pendidikan pada dekade ini :
Masa ini merupakan masa penjajahan Belanda dan Jepang, para siswa didiik untuk mengabdi emi kepentingan penjajah. Dalam situasi seperti ini, upaya bimbingan dikerahkan. Bangsa Indonesia berusaha untuk memperjuangkan kemajun bangsa Indonesia melalui pendidikan. Salah satunya adalah taman siswa yang dipelopori oleh K.H. Dewantara yang menanamkan nasionalisme di kalangan para siswanya. Dari sudut pandang bimbingan, hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar bagi pelaksanaan bimbingan.
Dekade 40-an
Dalam bidang pendidikan, pada decade 40-an lebih banyak ditandai dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui pendidikan yang serba darurat mkala pada saat itu di upayakan secara bertahap memecahkan masalah besar anatara lain melalui pemberantasan buta huruf. Sesuai dengan jiwa pancasila dan UUD 45. Hal ini pulalaah yang menjadi focus utama dalam bimbingan pada saat itu.
Dekade 50-an
Bidang pendidikan menghadapi tentangan yang amat besar yaitu memecahkan masalah kebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan dan benar benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa disekolah agar dapat berprestasi.
Dekade 60-an
Beberapa peristiwa penting dalam pendidikan pada dekade ini :
- Ketetapan
MPRS tahun 1966 tentang dasar pendidikan nasional
- Lahirnya
kurikulum SMA gaya Baru 1964
- Lahirnya
kurikulum 1968
- Lahirnya
jurusan bimbingan dan konseling di IKIP tahun 1963
Keadaan dia tas memberikan tantangan bagi keperluan pelayanan bimbinga dan konseling disekolah.
Dekade 70-an
Dalam dekade ini bimbingan di upayakan aktualisasi nya melalui penataan legalitas sistem, dan pelaksanaannya. Pembangunan pendidikan terutama diarahkan kepada pemecahan masalah utama pendidikan yaitu :
- Pemerataan
kesempatan belajar,
- Mutu,
- Relevansi,
dan
- Efisiensi.
Pada dekade ini, bimbingan dilakukan secara konseptual, maupun secara operasional. Melalui upaya ini semua pihak telah merasakan apa, mengapa, bagaimana, dan dimana bimbingan dan konseling.
Dekade 80-an
Pada dekade ini, bimbingan ini diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang professional. Dalam dekade 80-an pembangunan telah memasuki Repelita III, IV, dan V yang ditandai dengan menuju lepas landas.
Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini:
- Penyempurnaan
kurikulum
- Penyempurnaan
seleksi mahasiswa baru
- Profesionalisasi tenaga pendidikan dalam berbagai tingkat dan jenis
- Penataan
perguruan tinggi
- Pelaksnaan
wajib belajar
- Pembukaan
universitas teruka
- Ahirnya
Undang – Undang pendidikan nasional
Beberapa kecenderungan yang
dirasakan pada masa itu adalah kebutuhan akan profesionalisasi layanan,
keterpaduan pengelolaan, sistem pendidikan konselor, legalitas formal,
pemantapan organisasi, pengmbangan konsep – konsep bimbingan yang berorientasi
Indonesia, dsb.
Meyongsong era Lepas landas
Era lepas landas mempunyai makna sebagai tahap pembangunan yang ditandai dengan kehidupan nasional atas kemampuan dan kekuatan sendiri khususnya dalam aspek ekonomi. Cirri kehidupan lepas landas ditandai dengan keberadaan dan berkembang atas dasar kekuatan dan kemampuan sendiri, maka cirri manusia lepas landas adalah manusia yang mandiri secara utuh dengan tiga kata kunci : mental, disiplin, dan integrasi nasional yang diharapkan terwujud dalam kemampuannya menghadapi tekanan – tekanan zaman baru yang berdasarkan peradaban komunikasi informasi.
Bimbingan berdasarkan pancasila
Bimbingan mempunyai peran yang amat penting dan strategis dalam perjalanan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia pancasila dengan cirri-ciri sebagaimana yang terjabar dalam P-4 sebanyak 36 butir bagi bangsa Indonesia, pancasila merupakan dasar Negara, pandangan hidup, kepribadian bangsa dan idiologi nasional. Sebagai bangsa, pancasila menuntut bangsa Indonesia mampu menunjukkan ciri-ciri kepribadiannya ditengah-tengah pergaulan dengan bangsa lain. Bimbingan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dan mempunyai tanggung jawab yang amat besar guna mewujudkan manusia pancasila karena itu seluruh kegiatan bimbingan di Indonesia tidak lepas dari pancasila.
Meyongsong era Lepas landas
Era lepas landas mempunyai makna sebagai tahap pembangunan yang ditandai dengan kehidupan nasional atas kemampuan dan kekuatan sendiri khususnya dalam aspek ekonomi. Cirri kehidupan lepas landas ditandai dengan keberadaan dan berkembang atas dasar kekuatan dan kemampuan sendiri, maka cirri manusia lepas landas adalah manusia yang mandiri secara utuh dengan tiga kata kunci : mental, disiplin, dan integrasi nasional yang diharapkan terwujud dalam kemampuannya menghadapi tekanan – tekanan zaman baru yang berdasarkan peradaban komunikasi informasi.
Bimbingan berdasarkan pancasila
Bimbingan mempunyai peran yang amat penting dan strategis dalam perjalanan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Manusia Indonesia yang dicita-citakan adalah manusia pancasila dengan cirri-ciri sebagaimana yang terjabar dalam P-4 sebanyak 36 butir bagi bangsa Indonesia, pancasila merupakan dasar Negara, pandangan hidup, kepribadian bangsa dan idiologi nasional. Sebagai bangsa, pancasila menuntut bangsa Indonesia mampu menunjukkan ciri-ciri kepribadiannya ditengah-tengah pergaulan dengan bangsa lain. Bimbingan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dan mempunyai tanggung jawab yang amat besar guna mewujudkan manusia pancasila karena itu seluruh kegiatan bimbingan di Indonesia tidak lepas dari pancasila.
Perjalanan bimbingan dan konseling menuju sebuah profesi yang handal hingga
saat ini tampaknya masih harus dilalui secara tertatih-tatih. Dalam hal ini,
Prayitno (2003) telah mengidentifikasi 15 kekeliruan pemahaman orang dalam
melihat bimbingan dan konseling, baik dalam tataran konsep maupun praktiknya
yang tentunya sangat mengganggu terhadap pencitraan dan laju pengembangan
profesi ini. Kekeliruan pemahaman ini tidak hanya terjadi di kalangan
orang-orang yang berada di luar Bimbingan dan Konseling, tetapi juga banyak
ditemukan di kalangan orang-orang yang terlibat langsung dengan bimbingan dan
konseling. Kelimabelas kekeliruan pemahaman itu adalah :
1. Bimbingan dan Konseling disamakan
atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah
identik dengan pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah
implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai
pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali tidak melihat arti
penting bimbingan dan konseling di sekolah. Sementara ada juga yang berpendapat
pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan
dan pelayanan bimbingan dan konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik
pendidikan sehari-hari.
Walaupun guru dalam melaksanakan pembelajaran siswa dituntut untuk dapat
melakukan kegiatan-kegiatan interpersonal dengan para siswanya, namun kenyataan
menunjukkan bahwa masih banyak hal yang menyangkut kepentingan siswa yang tidak
bisa dan tidak mungkin dapat dilayani sepenuhnya oleh guru di sekolah melalui
pelayanan pengajaran semata, seperti dalam hal pelayanan dasar (kurikulum
bimbingan dan konseling), perencanaan individual, pelayanan responsif, dan
beberapa kegiatan khas Bimbingan dan Konseling lainnya.
Begitu pula, Bimbingan dan Konseling bukanlah pelayanan eksklusif yang
harus terpisah dari pendidikan. Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya
memiliki derajat dan tujuan yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya
(baca: pelayanan pengajaran dan/atau manajemen), yaitu mengantarkan para siswa
untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal. Perbedaan terletak dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masing-masing memiliki karakteristik
tugas dan fungsi yang khas dan berbeda (1).
2. Menyamakan pekerjaan
Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater.
Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan
dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama
menginginkan konseli/pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya, melalui
berbagai teknik yang telah teruji sesuai dengan masing-masing bidang
pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah konseli/pasien, mendiagnosis,
melakukan prognosis atau pun penyembuhannya.
Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama
dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter dan psikiater bekerja dengan
orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun
sedang mengalami masalah.Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater
bersifat reseptual dan pemberian obat, serta teknis medis lainnya, sementara
bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara
konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis,
modifikasi perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan
teknik-teknik khas bimbingan dan konseling.
3. Bimbingan dan Konseling dibatasi
pada hanya menangani masalah-masalah yang bersifat insidental.
Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya
bertitik tolak dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka
pelayanan responsif, tetapi hal ini bukan berarti bimbingan dan konseling
dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas masalah-masalah yang
muncul pada saat itu.
Pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang
sistematis dan terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan
bimbingan dan konseling yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk
kepentingan pencegahan, pengembangan maupun penyembuhan (pengentasan)
4. Bimbingan dan Konseling dibatasi
hanya untuk siswa tertentu saja.
Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang
bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan
dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and Counseling
for All). Setiap siswa berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang sama,
melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia.
5. Bimbingan dan Konseling melayani
“orang sakit” dan/atau “kurang/tidak normal”.
Sasaran Bimbingan dan Konseling adalah hanya orang-orang normal yang
mengalami masalah. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor
diharapkan orang tersebut dapat terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya.
Jika seseorang mengalami keabnormalan yang akut tentunya menjadi wewenang
psikiater atau dokter untuk penyembuhannya. Masalahnya, tidak sedikit petugas
bimbingan dan konseling yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati dalam mengambil
kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak normal. Pelayanan bantuan pun
langsung dihentikan dan dialihtangankan (referal).
6. Pelayanan Bimbingan dan Konseling
berpusat pada keluhan pertama (gejala) saja.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari gejala yang
ditemukan atau keluhan awal disampaikan konseli. Namun seringkali justru
konselor mengejar dan mendalami gejala yang ada bukan inti masalah dari gejala
yang muncul. Misalkan, menemukan siswa dengan gejala sering tidak masuk kelas,
pelayanan dan pembicaraan bimbingan dan konseling malah berkutat pada persoalan
tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih dalam dibalik tidak masuk
kelasnya.
7. Bimbingan dan Konseling menangani
masalah yang ringan.
Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali
masalah seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata
masalah itu sangat kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah
dianggap berat namun setelah dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah
ringan saja. Terlepas berat-ringannya yang paling penting bagi konselor adalah
berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap kemampuan
konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka konselor
seyogyanya mengalihtangankan masalah (referal) kepada pihak yang lebih kompeten
8. Petugas Bimbingan dan Konseling
di sekolah diperankan sebagai “polisi sekolah”.
Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi sekolah”
yang harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan di
sekolah.Tidak jarang konselor diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun
pencurian, bahkan diberi wewenang bagi siswa yang bersalah.
Dengan kekuatan inti bimbingan dan konseling pada pendekatan interpersonal,
konselor justru harus bertindak dan berperan sebagai sahabat kepercayaan siswa,
tempat mencurahkan kepentingan apa-apa yang dirasakan dan dipikirkan siswa.
Konselor adalah kawan pengiring, penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun
kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku positif yang dikehendaki sehingga siapa
pun yang berhubungan dengan bimbingan konseling akan memperoleh suasana sejuk
dan memberi harapan.
9. Bimbingan dan Konseling dianggap
semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat.
Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan
dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan
klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.
10. Bimbingan dan konseling bekerja
sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas lain
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi,
melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan lingkungan.
Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri.
Konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu
penanggulangan masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Di sekolah misalnya,
masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri sendiri.Masalah itu
sering kali saling terkait dengan orang tua,siswa,guru,dan piha-pihak lain;
terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat
sekitarnya. Oleh sebab itu penanggulangannya tidak dapat dilakukan sendiri oleh
guru pembimbing saja .Dalam hal ini peranan guru mata pelajaran, orang tua, dan
pihak-pihak lain sering kali sangat menentukan. Guru pembimbing harus pandai
menjalin hubungan kerja sama yang saling mengerti dan saling menunjang demi
terbantunya siswa yang mengalami masalah itu. Di samping itu guru pembimbing
harus pula memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan dapat diadakan untuk
kepentingan pemecahan masalah siswa. Guru mata pelajaran merupakan mitra bagi
guru pembimbing, khususnya dalam menangani masalah-masalah belajar.
Namun demikian, konselor atau guru pembimbing tidak boleh terlalu
mengharapkan bantuan ahli atau petugas lain. Sebagai tenaga profesional
konselor atau guru pembimbing harus mampu bekerja sendiri, tanpa tergantung
pada ahli atau petugas lain. Dalam menangani masalah siswa guru pembimbing
harus harus berani melaksanakan pelayanan, seperti “praktik pribadi”, artinya
pelayanan itu dilaksanakan sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain atau tanpa
campur tangan ahli lain. Pekerjaan yang profesional justru salah satu cirinya
pekerjaan mandiri yang tidak melibatkan campur tangan orang lain atau ahli.
11. Konselor harus aktif, sedangkan
pihak lain harus pasif
Sesuai dengan asas kegiatan, di samping konselor yang bertindak sebagai
pusat penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus
secara langsung aktif terlibat dalam proses tersebut.Lebih jauh, pihak-pihak
lain hendaknya tidak membiarkan konselor bergerak dan berjalan sendiri. Di
sekolah, guru pembimbing memang harus aktif, bersikap “jemput bola”, tidak
hanya menunggu didatangi siswa yang meminta layanan kepadanya.Sementara itu,
personil sekolah yang lain hendaknya membantu kelancaran usaha pelayanan itu.
Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban
kegiatannya tidak semata-mata ditimpakan hanya kepada konselor saja. Jika
kegiatan yang pada dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh
satu pihak saja, dalam hal ini konselor, maka hasilnya akan kurang mantap,
tersendat-sendat, atau bahkan tidak berjalan sama sekali.
12. Menganggap pekerjaan bimbingan
dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja
Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja?
Jawabannya bisa saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban ”benar”, jika
bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat
dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban ”tidak”, jika bimbingan dan
konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi
(yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata
lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan
dan konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang
ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui
pendidikan dan latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi.
13. Menyama-ratakan cara pemecahan
masalah bagi semua klien
Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan
dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu
cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali
terjadi, untuk masalah yang sama pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah
yang tampaknya “sama” setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata
hakekatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya.
Pada dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi klien, jenis dan
sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling,
dan sarana yang tersedia.
14. Memusatkan usaha Bimbingan dan
Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi
Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan pada
diri konselor adalah “mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada
dan digunakannya instrumen (tes.inventori,angket dan dan sebagainya itu)
hanyalah sekedar pembantu. Ketidaan alat-alat itu tidak boleh mengganggu,
menghambat, atau bahkan melumpuhkan sama sekali usaha pelayanan bimbingan dan
konseling.Oleh sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan ketiadaan
instrumen seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apa lagi
tidak melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali.Tugas bimbingan
dan konseling yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara
optimal sambil terus berusaha mengembangkan sarana-sarana penunjang yang
diperlukan
15. Menganggap hasil pekerjaan
Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat.
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat
diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan
itu sering kali tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan “cepat”
itu adalah dalam hitungan detik atau jam. Hasil bimbingan dan konseling
tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk ke mulut akan terasa pedasnya.
Hasil bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari
kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemuadian.. Misalkan, siswa yang
mengkonsultasikan tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin
manfaat dari hasil konsultasi akan dirasakannya justru pada saat setelah dia
menjadi seorang dokter.
Adaptasi dan disarikan dari : Prayitno.2003. Wawasan dan Landasan BK (Buku
II). Depdiknas : Jakarta
ANALISIS
PERKEMBANGAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Menurut yang saya ketahui tentang perkembangan
bimbingan dan konseling setelah mendapat berbagai macam refrensi, akhirnya saya
menyimpulkan bahwa perkembangan bimbingan dan konseling di sekarang ini antara
lain sebagai berikut :
Bimbingan dan
konseling sekarang mudah ditemui di berbagai instansi-instansi, jadi bisa melayani
individu yang membutuhkan.
Bimbingan
dan konseling banyak yang telah mengenai sasaran untuk pengembangan individu
yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahannya.
Bimbingan
dan konseling mampu mengarahkan kepada tujuan hidup yang telah direncanakan.
Bimbingan
dan konseling sudah luwes dan fleksibel.
Bimbingan
dan konseling telah mencakup beberapa bidang, misalnya dalam bidang kehidupan
remaja, kemandirian, kehidupan sehat.
Bimbingan
dan konseling mampu mengoptimalkan perkembangan pendidikan dan mengatasi
masalah dalam proses pendidikan.
Dan
Lain-lain
GAMBARAN
BIMBINGAN KONSELING
Walaupun
bimbingan dan konseling sudah mudah untuk ditemui, namun tenaga konseling yang
berlatar konseling masih sangatlah jangan. Contohnya selama ini masih banyak
sekolah yang menyelenggarakan Bimbingan dan Konseling tanpa didukung oleh
tenaga konseling profesional. Sehingga, tenaga konseling terpaksa banyak
direkrut dari nonkonseling, yang mungkin hanya dibekali pengetahuan dan
keterampilan tentang konseling yang minimal atau bahkan sama sekali tanpa
dibekali pengetahuan dan keterampilan tentang konseling, yang tentunya hal ini
akan berpengaruh terhadap kinerja konseling itu sendiri.
IDENTIFIKASI KEKELIRUAN-KEKELIRUAN BIMBINGAN DAN
KONSELING DI SEKOLAH
Dari hasil
identifikasi saya dengan teman saya di salah satu sekolah, yang mana tidak bisa
saya sebutkan nama sekolahnya. Ternyata masih ada kekeliruan-kekeliruan yang
terjadi, antara lain sebagai berikut :
·
Siswa yang terlambat masuk kelas/datang ke sekolah masih
mendapati hukuman seperti lari-lari keliling lapangan, mencabuti rumput
dihalaman sekolah, dll. Tanpa mengetahui alasan kenapa siswa tersebut
terlambat.
·
Siswa yang bermasalah terkadang mendapati hukuman
fisik secara langsung, walaupun sangat jarang terjadi.
·
Jika ada barang berharga yang hilang, yang dipanggil
Guru BK adalah anak-anak yang terlihat bandel/nakal. Jadi fitnah terlebih dahulu
tanpa mendasar pada bukti.
·
Guru BK dalam penyampaian nasehatnya tidak sesuai
dengan etika yang berlaku. Contohnya memaksakan kehendaknya sendiri.
·
Walaupun sudah ada yang bertindak adil terhadap siswa,
tetapi Guru BK terkadang hanya memberikan motivasi kepada anak-anak yang
berprestasi saja.
HARAPAN TERHADAP PERKEBANGAN BK DI
MASA DEPAN
Harapan saya
terhadap perkembangan BK di masa depan semoga semua yang bergelut dalam bidang
ini mampu mengetahui tujuan layanan bimbingan dan konseling, fungsi bimbingan
dan konseling, dan mengetahui asas-asas bimbingan dan konseling. Dalam
instansi-instansi tertentu semoga bimbingan dan konseling tepat mengenai
sasaran, dalam artian konselor harus tahu apa tugas yang diembannya. Yang terakhir
dalam pendidikan/sekolah semoga Guru
BK tidak hanya dijadikan pelengkap untuk proses akreditasi sekolah. Dan Guru BK
disekolah harus mendapatkan jam masuk kelas agar tahu persis perkembangan
siswanya.
bagus kak, makasih.
BalasHapus