There is no problem given out from your ability

Rabu, 03 April 2013

Makalah Ruang Lingkup Ilmu Dakwah


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Ditinjau dari segi bahasa Da’wah berarti ; panggilan, seruan atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut mashdar. Sedangkan bentuk kata kerja (fi’il)nya berarti ; memanggil, menyeru atau mengajak (Da’a, Yad’u, Da’watan). Orang yang berdakwah bisa disebut dengan Da’i dan orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut dengan Mad’u.[1]
Secara konseptual, dakwah dipahami oleh para pakar secara beragam. Ibnu Tamiyyah misalnya, mengartikan dakwah sebagai proses usaha untuk mengajak masyarakat (mad’u) untuk beriman kepada Allah dan rasul-Nya sekaligus mentaati apa  yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya itu.[2] Sementara itu Abdul Munir Mulkhan mengartikan dakwah sebagai usaha mengubah situasi kepada yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap individu maupun masyarakat.[3]

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja yang termasuk dalam kajian ilmu dakwah?
2.      Apa pengertian dari objek material ilmu dakwah?
3.      Apa pengertian dari objek formal ilmu dakwah?

C.     TUJUAN PENELITIAN
1.      Untuk mengetahui ruang lingkup kajian ilmu dakwah
2.      Untuk mengetahui objek material ilmu dakwah
3.      Untuk mengetahui objek formal ilmu dakwah


BAB II
ISI


A.    OBJEK KAJIAN ILMU DAKWAH
Ilmu dakwah adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana berdakwah atau mensosialisasikan ajaran Islam kepada objek dakwah (masyarakat) dengan berbagai pendekatan agar nilai-nilai ajaran Islam dapat direalisasikan dalam realitas kehidupan, dengan tujuan agar mendapat ridha Allah SWT.
Menurut pendapat Ismail Al Faruqi kegiatan dakwah merupakan usaha dalam berfikir, berdebat atau menyanggah. Ia merupakan produk paling akhir dari proses kritis intelektual. Sehingga isi dakwah tidak sekedar apa yang diketahui dan disajikan. Isi dakwah adalah kebenaran yang diterima secara tulus dan pembenarannya yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan atas beberapa alternatif. Lebih jauh Ismail Al Faruqi menambahkan bahwa dakwah adalah suatu proses kritis dari rational intelection berdasarkan sifatnya yang tidak pernah dogmatis, dan tidak pernah didasarkan atas kewenangan seseorang atau suatu tradisi. Dakwah Islam adalah suatu bentuk penyajian terhadap hasil penilaian kritis bagi nilai-nilai kebenaran, sebuah preposisi, sebuah fakta metafisik dan etik serta relevansinya bagi manusia. Ia tidak akan pernah membawa manusia pada suatu yang menyalahi fitrah manusia. Dakwah Islam memihak pada kebenaran, al-haq dan ma’ruf karena kebenaran, al-haq dan al-ma’ruflah yang sesuai dengan fitrah manusia. Dengan demikian ada hubungan antara Islam, dakwah, fitrah manusia dan kebenaran. Maka, dalam dakwah tidak ada paksaan, tidak ada tipu muslihat, tidak ada pendangkalan fungsi akal, tidak ada pengkaburan kesadaran dan penciptaan prakondisi negatif lain yang akan mendorong pada penerimaan dakwah secara paksa.  Sedangkan menurut  Ali Mahfuzh mendefinisikan dakwah sebagai upaya memotivasi umat manusia untuk melaksanakan kebaikan, mengikuti petunjuk serta memerintah mereka berbuat ma’ruf dan mencegahnya dari perbuatan munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.[4] Berdasarkan pengertian tersebut, maka dakwah secara essensial bukan hanya berarti usaha mengajak mad’u beriman dan beribadah kepada Allah, tetapi juga bermakna menyadarkan manusia terhadap realitas hidup yang harus mereka hadapi berdasarkan petunjuk Allah dan RasulNya.[5]
Pemaknaan tentang hakikat dakwah itu dapat dipahami dalam ayat-ayat yang artinya sebagai beikut :
Maka hadapkanlah wajah mu dengan lurus kepada Agama (Allah);(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manuia tidak mengetahui. (QS 30:30).

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seseorang khalifah di muka bumi”, Mereka berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”Tuhanmu berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.(QS 2:30)
Dan Aku menjadikan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS 51:56).
Merujuk pada pengertian dakwah itu, dapat dibangun beberapa hubungan, yaitu variable iman dan amal saleh disatu pihak, dan hubungan khairul bariyah dan khairul ummah dipihak lain. Maka tujuan akhir dakwah Islam adalah terwujudnya khairul ummah yang basisnya didukung oleh muslim yang berkualitas khairul bariyyah, yang oleh Allah dijanjikan akan memperoleh ridha-Nya (QS.98:7-8). Tercapainya khairul ummah didahului oleh terwujudnya khairul bariyyah. Karena, ummah merupakan konsep kesatuan fikrah dan jama’ah Islam, sedangkan khairul bariyyah merupakan konsep kualitas sumber daya syakhsiyah. Untuk itu, tegaknya khairul ummah ditopang oleh terwujudnya khairul bariyyah. Basis integrasi khairul bariyyah bersifat determinatif atas terwujudnya khairul usroh dan seterusnya. Khairul usroh bersiat determinatif atas terwujudnya khairul jamaah, dan pada akhirnya khairul jamaah menjadi syarat terwujudnya khairul ummah.
Deskripsi diatas menjelaskan bahwa ilmu dakwah pada hakekatnya adalah ilmu yang menyadarkan dan mengembalikan manusia pada fitrahnya, pada fungsi dan tujuan hidup manusia menurut Islam.

1.      OBJEK MATERIAL ILMU DAKWAH
Menurut Amrullah Ahmad, objek material ilmu dakwah adalah semua aspek ajaran Islam (dalam Al-Qur’an dan Sunnah), sejarah dan peradaban Islam (hasil ijtihad dan realisasinya dalam sistem pengetahuan, teknologi, sosial, hukum, ekonomi, pendidikan dan kemsyarakatan lainnya, khususnya kelembagaan Islam). Dengan demikian, objek meterial ilmu dakwah adalah ajaran pokok (Al-Qur’an dan Sunnah) dan menfestasinya dalam semua aspek kehidupan manusia dalam sepanjang sejarah Islam. Objek material ini termanifestasi dalam disiplin ilmu-ilmu ke-Islaman lainnya yang kemudian berfungsi sebagai ilmu baru disiplin dakwah Islam.
Dari uraian diatas dapat ditekankan bahwa objek yang dikaji ilmu dakwah berkaitan dengan objek kajian ilmu-ilmu ke-Islam-an lainnya.
Sedangkan menurut penjelasan Cik Hasan Bisri objek material ilmu dakwah adalah unsur substansial ilmu dakwah yang terdiri dari enam komponen, yaitu da’i, mad’u, metode, materi,  media dan tujuan dakwah. Sementara itu, objek formal ilmu dakwah adalah mengkaji salah satu sisi objek material tersebut, yakni kegiatan mengajak umat manusia supaya masuk  ke jalan Allah (sistem Islam) dalam semua segi kehidupan.
Dalam hal ini Ilyas Supena kurang sependapat dengan pandangan Amrullah karena dua alasan berikut. Pertama, jika objek material ilmu dakwah adalah semua aspek ajaran Islam yang mencakup Al-Qur’an, sunnah, hasil ijtihad, maka ilmu dakwah menjadi sebuah disiplin yang memiliki corak idealisme epistemologis. Dengan corak epistemologis ini, kebenaran transendental (rohani) yang terwujud dalam bentuk wahyu akan menjadi sebuah kebenaran mutlak, sementara aktualisasi kebenaran wahyu tersebut pada tingkat historis menjadi terabaikan. Pada gilirannya ilmu dakwah menjadi  bersifat dogmatis. Kedua, Amrullah beranggapan ilmu dakwah merupakan bagian dari ilmu-ilmu keagamaan, seperti halnya fiqh, tafsir dan kalam, sehingga objek material ilmu-ilmu tersebut adalah Al-Qur’an, sunnah dan hasil ijtihad. Padahal menurut Ilyas Supena, ilmu dakwah adalah ilmu yang berhubungan dengan upaya mewujudkan masyarakat Islam yang ideal sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa hakekat dakwah adalah membangun standar kualitas hidup sebagai media transformasi nilai. Sedangkan menurut penulis, ilmu dakwah adalah ilmu yang mengajarkan tentang bagaimana mengajak manusia ke dalam jalan yang di ridhai Allah SWT.


2.      OBJEK FORMAL ILMU DAKWAH
Sementara itu, objek formal ilmu dakwah adalah manusia dilihat dari sisi fitrahnya yang hanif atau cenderung kepada  Tuhan (Agama). Dakwah dalam hal ini memberdayakan manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat ideal. Sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Mewujudkan masyarakat ideal inilah yang kemudian menjadi tujuan dari dakwah.
Dalam sudut pandang ilmu sosial hermeneutis, objek material dan objek formal ilmu dakwah menunjukkan bahwa ilmu dakwah terdapat dua hal yang saling berkaitan: yaitu dimensi empirik kehidupan sosial manusia dan dimensi pemikiran yang terkandung dalam teks (Al-Qur’an dan sunnah) yang akan disampaikan da’i kepada manusia (mad’u) tesebut. Namun demikian, dari dua dimensi tersebut, dimensi empirik kehidupan manusia tetap menjadi yang penting dalam dakwah. Dengan kata lain, kehidupan manusia saat inilah yang menjadi fokus kajian ilmu dakwah.
Kemudian untuk memberdayakan dan mewujudkan masyarakat ideal tersebut dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan, serta dengan mengelola hasil-hasil dakwah dalam bentuk lembaga-lembaga Islam. Dengan melakukan sistematisasi tindakan, koordinasi, sinkronisasi dan intregasi program serta mengelola sumber daya dan waktu yang tersedia untuk mencapai sasaran dan tujuan dakwah Islam.
Pemberdayaan masyarakat dengan cara lisan dan tulisan ini dikenal dengan tabligh Islam yang didalamnya mengandung dua dimensi kekuatan yakni komunikasi dan penyiaran Islam serta bimbingan dan penyiaran Islam. Yang pertama bersifat massal dan yang kedua bersifat individual.
Secara kategoris obyek formal ilmu dakwah itu terlihat dalam gambar berikutt ini:

Perilaku Keagamaan
Perilaku Keislaman
Dimensi Ruang dan Waktu
Perilaku Teknologis
Obyek Ilmu Formal Dakwah
 





Perilaku keagamaan adalah ruang terjadinya persentuhan antara obyek  material ilmu dakwah dengan ilmu sosial. Perilaku keislaman adalah ruang persentuhan obyek material ilmu dakwah dengan ilmu-ilmu keislaman. Seddangkan perilaku teknologis adalah ruang persentuhan obyek material ilmu dakwah dengan penerapan teknologi untuk kesejahteraan manusia (seperti teknologi komunikasi). Bentuk-bentuk empirik dari  apa yang menjadi obyek formal kajian ilmu dakwah itu meliputi antara lain ajakan untuk membela dan menerapkan kebenaran melalui media lisan, tulisan, perbuatan nyata, pengorganisasian terhadap berbagai kegiatan pembelaan dan pengaplikasian kepada kebenaran serta pengelolaan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan berbagai kegiatan tersebut. Secara kategoris obyek formal ilmu dakwah adalah ruang persentuhan antara perilaku keagamaan, perilaku keislaman, dan perilaku teknologis dalam dimensi ruang dan waktu. Secara terperinci. Obyek formal ilmu dakwah itu terdiri atas realitas dakwah berupa proses interaksi unsur-unsur dakwah.


BAB III
KESIMPULAN

Ilmu dakwah adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana berdakwah atau mensosialisasikan ajaran Islam kepada objek dakwah (masyarakat) dengan berbagai pendekatan agar nilai-nilai ajaran Islam dapat direalisasikan dalam realitas kehidupan, dengan tujuan agar mendapat ridha Allah SWT.
Objek material ilmu dakwah adalah unsur substansial ilmu dakwah yang terdiri dari enam komponen, yaitu da’i, mad’u, metode, materi,  media dan tujuan dakwah.
Objek formal ilmu dakwah adalah manusia dilihat dari sisi fitrahnya yang hanif atau cenderung kepada  Tuhan (Agama). Dakwah dalam hal ini memberdayakan manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat ideal. Sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Mewujudkan masyarakat ideal inilah yang kemudian menjadi tujuan dari dakwah.


[1] Ahmad Warson Munawir. Kamus al-Munawwir. (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm.406-407
[2] Ibnu Tamiyyah, Majmu’ Al Fatawa (Riyad : Mathabi’ al Riyadh, 1985), Juz XV, cet. Pertama, hlm.185
[3] Al-Bahy al-Khauly, Tadzkirat al-Du’at (Kairo : Maktabah Dar al-Turas, 1408 H/1987 M), cet. Ke-8, hlm.35
[4] Syekh Ali Mahfudz, Hidayat al Mursyidin (Mesir : Dar al-Mishr, 1975), cet. Ketujuh, hlm.7
[5] Lihat Abdul Munir Mulkhan, Ideologisasi Gerakan Dakwah (Yogyakarta : SI Press, 1966), hlm.205

3 komentar: